Contoh Surat Permohonan Audit Investigasi terhadap Perseroan Terbatas

LEGAL OPINION
CONTOH SURAT PERMOHONAN AUDIT INVESTIGASI TERHADAP PERSEROAN TERBATAS
© 2016 HAK CIPTA Author by Hery Shietra, S.H
Hak Cipta penulis dilindungi oleh undang-undang. Pelanggaran terhadap Hak Cipta milik Konsultan HERY SHIETRA, akan ditindak secara pidana maupun digugat perdata ganti-rugi Hak Ekonomi milik Penulis.

Question: Apakah SHIETRA & PARTNERS bisa membuatkan konsep draf surat permohonan audit investigasi atau audit pemeriksaan materiil terhadap suatu perseroan terbatas bagi seorang pemegang saham minoritas yang merasa direksi maupun management perseroan tidak transparan serta tidak terbuka terhadap berbagai aksi korporasi maupun aktivitasnya sehingga dirasa merugikan pemegang saham minoritas?
Brief Answer: Berikut contoh draf yang telah kami rancang sebagai salah satu template mengenai isu transfer pricing yang disalahgunakan oleh pemegang saham mayoritas sehingga merugikan hak pemegang saham minoritas atas hak deviden karena terkurasnya dana cadangan perseroan. Contoh draf tersebut di bawah ini merupakan karya SHIETRA & PARTNERS. Dilarang mengutip, menyalin, maupun meng-copy tanpa izin tertulis dari SHIETRA & PARTNERS.
PEMBAHASAN :
PT. XYZ ... PEMOHON
Terhadap
PT. ABC... TERMOHON

Perihal :    Permohonan PENETAPAN Pemeriksaan Investigasi / Audit Investigasi Terhadap Perseroan vide Pasal 138 UU PT

Kpd. Yth.                                                                                     Jakarta,  ...    2016
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Di tempat

Dengan Hormat,
Dengan ini kami menghadap Pengadilan Negeri Jakarta Selatan guna mengajukan Permohonan Penetapan Pemeriksaan terhadap Badan Hukum Perseroan, antara:
PT. XYZ, badan hukum Indonesia berdasarkan Akta Pendirian No. ... tgl ... dibuat di hadapan ... , S.H., notaris di Jakarta, disahkan Kemenkumham No. ... , tercatat dalam Berita Negara No. ... TBN No. ... , sebagaimana telah disesuaikan dengan UU No. 40 Tahun 2007 melalui Akta No. ... tgl ... yang dibuat di hadapan ..., S.H., notaris di Jakarta, terakhir kali diperbaharui dengan akta No. ... tanggal ... dibuat di hadapan ... , S.H., notaris di Kota ... dan telah mendapat penerimaan pemberitahuan dari Kemenkumham No. ... tanggal ... , berkedudukan hukum di Jakarta Barat, berdomisili di ... , diwakili oleh ... selaku Direktur, dalam permohonan ini telah memberikan surat kuasa khusus kepada ... , untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON selaku pemegang ... saham atau sebesar ...  % total saham.

Bahwa PEMOHON dengan ini mengajukan permohonan ke hadapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sesuai yurisdiksinya berdasarkan hukum acara perdata dan ketentuan dalam undang-undang tentang Perseroan Terbatas, untuk mengabulkan permohonan Penetapan Pemeriksaan Investigasi / Audit Investigasi, terhadap:

PT ABC, badan hukum Indonesia (PMA) yang didirikan berdasarkan Akta No. ... tgl ... dibuat di hadapan notaris ... , S.H., yang telah mendapat pengesahan oleh Kemenkumham No. ... tanggal ... , BN No. ... TBN No. ... , sebagaimana telah dirubah dengan akta No. ... tgl ... yang dibuat di hadapan notaris ... , S.H., dengan pengesahan Kemenkumham No. AHU-... tgl ... , BN No. ... TBN No. ... , berdomisili di ... , Kota Administrasi Jakarta Selatan, DKI Jakarta, ... untuk selanjutnya disebut sebagai TERMOHON atau Perseroan.
“Kecurangan selalu dilakukan secara tersembunyi.”
(Aksioma dalam pemeriksaan kecurangan perseroan)
Untuk itu yang menjadi dasar-dasar PEMOHON mengajukan permohonan Penetapan Pemeriksaan Investigasi terhadap TERMOHON, antara lain:
TUJUAN AUDIT INVESTIGASI:

1.     Bahwa Audit Investigasi memiliki karakter yang berbeda dengan audit umum. Audit umum hanya bersifat pencocokan formil, sementara Audit Investigasi bersifat menemukan kebenaran materiil.
2.     Bahwa PEMOHON adalah subjek hukum lokal yang menjadi pemegang saham minoritas yang tidak pernah mendapat deviden dari TERMOHON sejak tahun ...  dimana PEMOHON telah menanamkan modal pada TERMOHON sejak tahun ... .
3.     Adapun poin-poin utama yang menjadi urgensi utama permohonan a quo terhadap Laporan Tahunan PT. ABC tahun 2015, antara lain:
            i.       Dana Cadangan TERMOHON telah mencapai 1.000% (seribu persen) dari Modal Dasar dan Disetor Perseroan, namun TERMOHON tidak pernah memberikan hak PEMOHON atas deviden dari saham yang TERMOHON setorkan sebagai modal usaha meski Anggaran Dasar mengatur bahwa dana cadangan sebesar 20 % dari Modal Dasar dan 80 % sisanya dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk deviden.
           ii.       TERMOHON memiliki laba usaha yang dicadangkan (Unappropriated retained earnings of Equity) sebesar Rp. 20.861.210.000;- (dua puluh miliar delapan ratus enam puluh satu juta dua ratus sepuluh ribu rupiah), namun TERMOHON justru sengaja melakukan modus transfer pricing yang ilegal dengan cara menguras dana cadangan Perseroan sebesar Rp. 14.450.315.000;- (empat belas miliar empat ratus lima puluh juta tiga ratus lima belas ribu rupiah) sebagaimana tertuang dalam bagan laporan keuangan TERMOHON tahun 2015 bagian “Liabilities: Current Liabilities Trade and other payables”.
         iii.       Pemegang saham mayoritas telah menyalahgunakan kekuasaan, dimana modus transfer pricing dilakukan dengan cara membuat hutang fiktif kepada anak usaha milik pemegang saham mayoritas, serta menggunakan kekayaan TERMOHON untuk kepentingan anak usaha milik pemegang saham mayoritas; sementara TERMOHON tidak memiliki anak usaha. Laporan Auditor DEF untuk laporan keuangan TERMOHON tahun buku 2015, halaman “Schedule 5/17” membuktikan bahwa TERMOHON berhutang pada Company Hong Kong Ltd sebesar Rp.13.134.548.000;- serta berhutang kepada PT HIJ Indonesia sebesar Rp.828.303.000;- yang mana keduanya merupakan anak usaha milik pemegang saham mayoritas. Terdapat pula “Operating Expenses” kepada Company Hong Kong Limited sebesar Rp. 11.091.256.000;-. Praktis kerugian TERMOHON ditimbulkan bukan oleh pihak ketiga, namun oleh entitas anak usaha milik pemegang saham mayoritas.
4.     Bahwa berdasarkan Laporan Keuangan TERMOHON tahun buku 2012—2013, justru TERMOHON yang memberikan hutang kepada Company Hong Kong serta PT. HIJ Indonesia, bukan sebaliknya berhutang kepada kedua anak usaha pemegang saham mayoritas tersebut.
5.     Bahwa PEMOHON meski hanya pemegang saham minoritas, tetap memiliki kepentingan serta hak untuk mengetahui kondisi TERMOHON yang sebenarnya. Berbagai rencana kerja maupun alokasi anggaran tidak pernah terlebih dahulu meminta masukan dari PEMOHON, bahkan tidak pernah disampaikan dalam setiap Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
6.     Bahwa adalah hak PEMOHON untuk mengetahui kondisi serta arah tujuan TERMOHON. Meski PEMOHON telah meminta berulang kali, namun TERMOHON tidak juga memberi penjelasan—menunjukkan TERMOHON tidak bersedia memberikan akses kepada PEMOHON untuk mengetahui keterangan mengenai kondisi TERMOHON.
7.     Bahwa TERMOHON selama delapan tahun telah bersikap tidak transparan dalam segi keuangan maupun aktifitas perseroan. Untuk itu yang menjadi tujuan diajukan permohonan a quo, ialah guna:
a.  menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi;
b.  menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang terjadi akibat penyalahgunaan wewenang organ Perseroan;
c.   memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya;
d.  membersihkan Perseroan dari pengurus pelaku penyalahgunaan wewenang;
e.  memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan oleh pemegang saham mayoritas maupun pengurus secara melawan hukum;
f.    mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan;
g.   memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil;
h.  menemukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya;
i.    mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam pelanggaran kaidah hukum pajak maupun tata kelola perusahaan yang sehat;
j.    mengidentifikasi praktek manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;
k.   menyehatkan kembali perseroan yang terbelit praktik manajemen tidak sehat.
8.     Bahwa berdasarkan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan Perseroan tertanggal 4 Maret 2016, TERMOHON tidak mampu memberikan penjelasan mengenai sebab-sebab kerugian TERMOHON hingga mencapai Rp. 9.226.496.000,- (sembilan miliar dua ratus dua puluh enam juta empat ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) sehingga disinyalir telah terjadi praktik “kanibalisasi” perseroan oleh pemegang saham mayoritas lewat para direksi dan komisaris yang ditunjuknya.
9.     Bahwa berdasarkan Berita Acara RUPS tgl 4 Maret 2016, TERMOHON sama sekali tidak mampu menjelaskan detail pengeluaran maupun aksi korporasi yang justru membuat Perseroan mengalami kerugian untuk pertama kalinya sejak mencetak laba bersih selama tiga belas tahun terakhir.
10. Bahwa untuk itu berlaku ketentuan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT):
(1) Pemeriksaan terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa:
a. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga; atau
b. anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
LEGAL STANDING PEMOHON

11. Bahwa permohonan PEMOHON telah sesuai ketentuan Pasal 138 Ayat (3) Butir (a) UU PT:
“Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh: 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.”
12. Bahwa berdasarkan Anggaran Dasar Perseroan, sebagaimana tertuang dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat PT. ABC Indonesia No. ... tanggal ... yang dibuat di hadapan notaris ... , PEMOHON adalah pemegang saham 1/10 bagian atau 10 % dari total saham Perseroan dengan hak suara, dengan demikian telah memenuhi ketentuan Pasal 138 Ayat (3) Butir (a) UU PT.
13. Bahwa adapun komposisi saham TERMOHON, yakni:
            i.    Company Inc. (badan hukum asing selaku pemegang saham mayoritas) sebanyak 2.700 lembar saham alias 90 % (sembilan puluh persen) dari total saham TERMOHON; dan
           ii.    PT. DEF (badan hukum lokal selaku pemegang saham minoritas) sebanyak 300 lembar saham alias 10 % (sepuluh persen) dari total saham TERMOHON.
14. Bahwa SxxK Limited Australia bukanlah pemegang saham pada TERMOHON.
15. Bahwa PEMOHON selaku pemegang saham tetap berkepentingan untuk menyelamatkan Perseroan dari tangan-tangan kotor pemegang saham mayoritas lewat praktik trasfer pricing secara ilegal.

PEMOHON TELAH MEMENUHI SYARAT PENGAJUAN PERMOHONAN

16. Bahwa PEMOHON telah meminta verifikasi terhadap TERMOHON, namun TERMOHON tidak pernah memberikan klarifikasi sehingga dengan demikian terbukti adanya itikad tidak baik TERMOHON.
17. Bahwa ketentuan Pasal 138 UU PT:
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diajukan setelah pemohon terlebih dahulu meminta data atau keterangan kepada Perseroan dalam RUPS dan Perseroan tidak memberikan data atau keterangan tersebut.
(5) Permohonan untuk mendapatkan data atau keterangan tentang Perseroan atau permohonan pemeriksaan untuk mendapatkan data atau keterangan tersebut harus didasarkan atas alasan yang wajar dan itikad baik.
18. Penjelasan Resmi Pasal 138 Ayat (1) UU PT:
“Sebelum mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap Perseroan, pemohon telah meminta secara langsung kepada Perseroan mengenai data atau keterangan yang dibutuhkannya. Dalam hal Perseroan menolak atau tidak memperhatikan permintaan tersebut, ketentuan ini memberikan upaya yang dapat ditempuh oleh pemohon.”
19. Bahwa dengan alasan yang wajar serta itikad baik, PEMOHON telah meminta verifikasi kepada TERMOHON, dalam berbagai kesempatan seperti RUPS Tahunan yang dapat dilihat pada notulen risalah rapat maupun via surat-menyurat, namun tidak satupun klarifikasi diberikan oleh TERMOHON.
20. Bahwa berdasarkan surat elektronik yang dilayangkan PEMOHON kepada TERMOHON (yang diwakili oleh Bapak Mr. M selaku direktur Perseroan), tertanggal 26 Februari 2016 dalam rangka pelaksanaan RUPS tertanggal 04 Maret 2016, dituangkan butir-butir permohonan verifikasi, dimana PEMOHON telah menyampaikan kepada TERMOHON:
a)    “Kembali kami ingatkan Bapak sekalian, selaku Direksi PT. ABC untuk segera menyerahkan dokumen perusahaan serta jawaban atas pertanyaan kami seperti tersurat dalam email kami di bawah yang sudah kami mintakan berkali-kali kepada Direksi PT. ABC, serta sudah kami mintakan dan tanyakan dalam RUPS-RUPS sebelumnya.”
b)    Berbagai akta-akta Keputusan RUPS maupun perbubahan anggaran dasar Perseroan tidak diberikan oleh TERMOHON meski telah dimintakan oleh PEMOHON dan merupakan hak PEMOHON selaku pemegang saham, terutama terhadap berbagai akta notariil yang diterbitkan atas nama TERMOHON pasca tahun 2011.
c)     TERMOHON gagal menjelaskan biaya pengeluaran TERMOHON untuk pengeluaran ITSS (Jasa pengelolaan IT perusahaan) & Biaya Management;
d)    TERMOHON gagal menjelaskan ketidakwajaran berbagai pengeluaran sehingga terjadi pemborosan senilai Rp. 14.450.315.000;- (empat belas miliar empat ratus lima puluh juta tiga ratus lima belas ribu rupiah) tanpa tujuan yang jelas sebagaimana tertuang dalam Laporan Keuangan TERMOHON tahun 2015 bagian “Liabilities: Current Liabilities: Trade and other payables”, serta gagal memberikan alasan mengapa berbagai kerugian justru ditimbulkan oleh berbagai anak usaha dari pemegang saham mayoritas;
e)    TERMOHON gagal menerangkan alasan serta tujuan pengalihan aset-aset TERMOHON sehingga ditengarai terjadi penggelapan terhadap kekayaan Perseroan;
f)      TERMOHON gagal menerangkan penyebab terjadinya kerancuan dalam sistem perpajakan di Perseroan;
g)     PEMOHON menyatakan secara tegas, bahwa “baik keterangan maupun dokumen-dokumen yang kami mintakan tersebut adalah merupakan hak kami sebagai pemegang saham yang dilindungi oleh undang-undang.”
21. Bahwa hingga RUPS dilangsungkan pada tanggal 04 Maret 2016, sebagaimana tertuang dalam Notulen Risalah RUPS PT. ABC, TERMOHON sama sekali tidak memberi klarifikasi apapun.
22. Bahwa dengan demikian syarat pengajuan pemeriksaan materiil / audit investigasi telah memenuhi kaidah dalam UU PT sehingga sah dan layak dikabulkan.
23. Bahwa dengan demikian TERMOHON sama sekali gagal memberi pertanggungjawaban aksi korporasi yang menyebabkan kerugian bagi Perseroan dimana PEMOHON memiliki hak pertanggungjawaban atas modal dasar serta modal usaha yang telah PEMOHON sertakan pada TERMOHON.
24. Bahwa Anggaran Dasar TERMOHON sebagaimana tertuang dalam Akta No. ... tanggal ... yang  dibuat di hadapan ... , S.H., notaris di Jakarta (untuk selanjutnya disebut sebagai “Anggaran Dasar”), sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat (3) Butir (c) Anggaran Dasar:
“Dalam Rapat Umum Pemegang Saham tahunan: Ditetapkan penggunaan laba, jika perseroan mempunyai laba yang positif.”
25. Bahwa ketentuan Pasal 52 Ayat (1) Butir (b) UU PT mengatur secara tegas hak prerogatif pemegang saham:
Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk: menerima pembayaran dividen ...”—Mengindikasikan TERMOHON telah menggelapkan hak PEMOHON atas deviden selaku pemegang saham yang sah.
26. Bahwa meski TERMOHON selama tiga belas tahun mencetak laba, dimana PEMOHON mulai menjadi pemegang saham sejak tahun 2007, namun sejak tahun 2008 hingga kini TERMOHON TIDAK PERNAH MEMBERIKAN HAK TERMOHON ATAS DEVIDEN!!!—Perbuatan Melawan Hukum yang melanggar kepatutan serta kesusilaan (vide Putusan Hoge Raad tahun 1919 Arrest Lindenbaum vs. Cohen).

TERMOHON MELANGGAR PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE

27. Bahwa TERMOHON telah melanggar Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas disamping melanggar ketentuan dalam Anggaran Dasar TERMOHON itu sendiri. Secara tegas Pasal 4 UU PT mengatur:
“Terhadap Perseroan berlaku Undang-Undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.”
28. Bahwa Penjelasan Resmi Pasal 4 UU PT menyatakan:
“Berlakunya Undang-Undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lain, tidak mengurangi kewajiban setiap Perseroan untuk menaati asas itikad baik, asas kepantasan, asas kepatutan, dan prinsip tata kelola Perseroan yang baik (good corporate governance) dalam menjalankan Perseroan. Dalam hal terdapat pertentangan antara anggaran dasar dan Undang-Undang ini yang berlaku adalah Undang-Undang ini.”
29. Bahwa lebih spesifik Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dalam Pasal 15 Butir (a), mengatur:
“Setiap penanam modal berkewajiban: menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;”
30. Bahwa Panduan pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) merupakan kaidah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan perusahaan yang sehat—dimaksudkan sebagai prinsip-prinsip di dalam melaksanakan pengelolaan dan aktivitas perusahaan.
31. Bahwa PEMOHON telah mendesak TERMOHON agar menerapkan GCG yang bertujuan untuk:
a.     memastikan kelangsungan hidup Perseroan dalam jangka panjang;
b.    menjadi koridor bagi Direksi untuk menjalankan aktivitas Perseroan;
c.     akuntabel, transparan, dan sehat;
d.    mendukung aktivitas pengendalian internal dan pengembangan Perseroan;
e.     meningkatkan pertanggungjawaban kepada Pemangku Kepentingan;
32. Bahwa yang menjadi sistematika Audit Investigasi, antara lain:
            i.        Memeriksa fisik dan non fisik. Baik arsip, kertas berharga, persediaan barang, aktiva tetap, dan barang berwujud dan tak berwujud lainnya seperti rahasia dagang;
           ii.        Meminta konfirmasi. Meminta pihak lain untuk menegaskan kebenaran atau ketidak-benaran suatu informasi—sehingga kebenaran yang didapatkan ialah verifikasi kebenaran materiil;
         iii.        Memeriksa dokumen. Dokumen dalam arti luas termasuk informasi yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara elektronis/digital—terutama dokumen-dokumen yang bersifat rahasia/tertutup agar modus transfer pricing yang dilakukan TERMOHON dapat diungkap dan dibuktikan;
         iv.        Review analitikal. Perbandingan antara apa yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi, dan berusaha menjawab sebabnya terjadi kesenjangan;
           v.        Meminta informasi lisan atau tertulis dari auditan;
         vi.        Menghitung kembali. Menghitung kembali, memastikan kebenaran perhitungan kalkulasi;
       vii.        Mengamati.
33.   Bahwa TERMOHON terindikasi kuat melakukan praktik fraudulent financial reporting—yakni kesengajaan atau kecerobohan dalam melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, yang menyebabkan laporan keuangan menjadi menyesatkan secara material.
34.   Bahwa pemegang saham mayoritas dari Perseroan ialah badan hukum asing bernama Company Inc. yang berdomisili di Hongkong. Sementara UU PT menyatakan bahwa badan hukum perseroan memiliki kekayaan yang terpisah dari pemegang sahamnya, namun laporan keuangan tahun buku 2014—2015 justru terbukukan neraca kerugian Perseroan berupa “hutang” dari TERMOHON kepada Company Hong Kong Limited (anak usaha Company Inc.) sebesar Rp. 13.134.548.000;- sebagaimana tertuang dalam Laporan Auditor KAP DEF tahun 2015 halaman “Schedule 5/17” bagian “Trade and other payables” yang merupakan bagian dari “Liabilities” (pengeluaran/kerugian).
35.   Bahwa induk dari Company Inc. ialah SxxK Limited Australia, dimana Mr. Xxx selaku Corporate Develoment Director SxxK Limited, sekaligus merangkap jabatan sebagai Dirut TERMOHON. Kejanggalan tertuang dalam Laporan auditor KAP DEF tahun 2015 halaman “Schedule 5/17”, dimana TERMOHON “berhutang” (Trade and other payables) kepada PT. HIJ Indonesia yang merupakan anak usaha dari SxxK Limited !!!
36.   Bahwa Company Hong Kong Limited maupun PT. HIJ Indonesia bukanlah anak usaha dari TERMOHON, dimana TERMOHON sama sekali tidak memiliki saham pada kedua entitas hukum asing tersebut.
37.   Bahwa “Company Hong Kong Limited dimiliki oleh Company Inc”, sementara “PT. HIJ Indonesia dimiliki oleh SxxK Limited”. Laporan auditor KAP DEF tahun 2015 menerangkan sebagai berikut:
The immediate and ultimate parents of the Company are Company Inc., British Virgin Islands and SxxK Limited, Australia, respectively.”
Terjemahan:“Pengendali dan pemilik puncak dari Perseroan ialah Company Inc., Hongkong dan SxxK Limited, Australia, secara berturutan.”
38.   Bahwa terdapat pula “Operating expenses” (pengeluaran operasional server internet) sebesar Rp. 11.091.256.000;- kepada Company Hong Kong Limited, sebagaimana tertuang dalam Laporan auditor KAP DEF tahun 2015 halaman “Schedule 5/17”, meski penyedia jasa server lokal Indonesia jauh lebih murah dan jauh lebih memadai.
39.   Bahwa kerugian dan pengeluaran terbesar TERMOHON bersumber dari “Trade and other payables” serta “Operating expenses” dengan total Rp. 14.450.315.000;- (empat belas miliar empat ratus lima puluh juta tiga ratus lima belas ribu rupiah), yang kesemua itu diberikan atau bersumber dari Company Hong Kong dan PT. HIJ Indonesia yang NOTABENE ANAK USAHA PEMEGANG SAHAM MAYORITAS. (hlm. “Schedule 1” Laporan Auditor KAP DEF tahun 2015)
40.   Bahwa laporan Auditor KAP DEF tahun 2015 pada hlm. “Schedule 5/4”, menyebutkan bahwa pengeluaran TERMOHON hanyalah bersumber dari “Trade and other payables” serta “Operating expenses” (accruals), sebagaimana dituliskan:
“As at 30 June 2015 and 2014, the Company only had financial liabilities measured at amortised cost. ... The Company’s financial liabilities measured cost comprise trade and other payables and accruals.”
41.   Bahwa demi menghindari pajak badan hukum di Indonesia, pemegang saham mayoritas (Company Inc. serta SxxK Limited) telah menjadikan Company Hong Kong Limited serta PT. HIJ Indonesia sebagai “perusahaan cangkang” (shell company) guna membuat kerugian pada TERMOHON dimana kekayaan TERMOHON kemudian dialihkan kepada “perusahaan cangkang” tersebut guna menghindari beban pajak.
42.   Bahwa penyebab fraudulent financial reporting adalah: Keserakahan direksi dan pemegang saham mayoritas dari TERMOHON, sebagaimana tertuang dalam hlm. “Sechedule 5/9” Laporan Auditor KAP DEF tahun 2015:
“The Company is exposed to foreign exchange risk arising from purchase of services that are denominated in a currency other than the Company’s functional currency which is Rupiah. The currency that gives rise to the foreign exchange risk to the Company is primarily Hong Kong Dollars (“HKD”) in relation to management fees and advertsing expenses.”
43.   Bahwa TERMOHON telah melakukan penipuan dalam memberikan data-data keuangan kepada auditor Perseroan, sebagaimana tertulis dalam Laporan Auditor KAP DEF tahun 2015 hlm. “Schedule 5/12” bagian “Trade And Other Payables: Other Payables: Related Parties” sebesar Rp. 13.964.635.000;- yang tidak lain ialah pemindahan kekayaan TERMOHON kepada anak usaha pemegang saham mayoritas (in casu Company Hong Kong Limited dan PT. HIJ Indonesia) sebagaimana tertuang dalam hlm. “Schedule 5/17) Laporan Audit yang sama.
44.   Bahwa pernyataan “Related Parties” tersebut diatas telah menyalahi hukum perseroan di Indonesia, karena kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pendiri maupun pengurusnya. Bila pemegang saham mayoritas merasa berhak menghisap aset kekayaan untuk dilarikan kepada anak usaha pribadinya, berarti pemegang saham mayoritas telah menyalahgunakan kekuasaan serta telah menzolimi serta mencuri hak deviden TERMOHON selaku pemegang saham minoritas.
45.   Bahwa dengan demikian pemegang saham mayoritas telah mencampuradukkan kekayaan TERMOHON dengan kekayaan anak usaha pribadi pemegang saham mayoritas demi kepentingan dan keuntungan pribadinya, sehingga sudah merupakan suatu perbuatan melawan hukum.
46.   Bahwa dengan demikian telah terjadi praktik perampokan dan penjarahan terhadap TERMOHON oleh direksi dan pemegang saham mayoritas Perseroan sebagai indikasi nyata modus transfer pricing yang ilegal guna menggelapkan pajak sekaligus menyabotase hak PEMOHON atas deviden.
47.   Bahwa praktik tidak sehat TERMOHON bukan hanya terjadi untuk tahun anggaran 2014—2015, namun telah berlangsung selama bertahun-tahun sebagaimana dapat dibuktikan dengan tidak pernahnya TERMOHON memberi hak PEMOHON atas deviden meski TERMOHON selama lebih dari dua belas tahun mencetak laba sebelum pada tahun buku 2014—2015 menukik mencetak kerugian besar atas pengeluaran yang tidak pernah dijelaskan oleh TERMOHON, sehingga adalah layak bila keseluruhan rekam aksi korporasi TERMOHON di-Audit Investigasi secara total guna menarik “benang merah”.
48.   Bahwa salah satu jenis audit yang dimohonkan PEMOHON, ialah “Audit Saldo Kas” guna memperoleh bukti tentang masing-masing pernyataan signifikan yang berkaitan dengan transaksi dan saldo kas. Tujuan audit ditentukan berdasarkan kelima kategori pernyataan laporan keuangan berikut:
a.     Pernyataan keberadaan dan keterjadian. Saldo kas yang tercatat benar-benar ada pada tanggal neraca.
b.    Pernyataan Kelengkapan. Saldo kas yang tercatat meliputi pengaruh semua transaksi kas yang telah terjadi Transfer kas antar bank.
c.     Pernyataan hak dan kewajiban.
d.    Pernyataan penilaian dan pengalokasian. Saldo kas yang tercatat dapat direalisasi sesuai dengan jumlah yang dinyatakan dalam neraca dan dengan skedul pendukungnya.
e.     Pernyataan pelaporan dan pengungkapan. Saldo kas diidentifikasi dan dikelompokkan secara tepat atau tidaknya dalam neraca. Identifikasi dan pengungkapan dilakukan sehubungan dengan adanya pembatasan terhadap penggunaan kas tertentu.
49.   Bahwa Mr. Xxx adalah pejabat pada SxxK Limited, yang notabene pemilik PT. HIJ Indonesia. Kekayaan TERMOHON telah disabotase sehingga mengalir pada kas PT. HIJ Indonesia meskipun UU PT telah menegaskan bahwa kekayaan perseroan terpisah dari pemegang saham maupun para pengurusnya.
50.   Bahwa telah terjadi berbagai perbuatan melawan hukum oleh direksi TERMOHON yang justru kontra-produktif terhadap kepentingan Perseroan, sehingga berbagai perikatan kontrak diluar nilai kewajaran, hibah, pemberian hutang, jual-beli, alokasi anggaran, dan berbagai perbuatan hukum lainnya yang melanggar asas fiduciary duty harus dibatalkan guna menyehatkan Perseroan.

TERMOHON GAGAL MEMBERI PERTANGGUNGJAWABAN DALAM LAPORAN KEUANGAN

51.   Bahwa berdasarkan Risalah Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan TERMOHON tanggal 04 Maret 2016, pada halaman 6 butir (e) disebutkan:
“PT. XYZ menanyakan alasan atas adanya peningkatan trade and other payables serta bertanya mengenai rincian dari jumlah trade and other payables sebagaimana disebutkan dalam ringkasan laporan keuangan Perseroan untuk tahun buku yang berakhir pada 30 Juni 2015 dibandingkan dengan tahun buku sebelumnya. Perseroan tidak dapat memberikan jawaban terkait rincian Group Company dan menginformasikan bahwa Perseroan akan memberikan laporan keuangan Perseroan yang diaudit oleh PWC untuk tahun buku yang berakhir pada 30 Juni 2015.”—Artinya belum terdapat laporan keuangan yang valid saat RUPS berlangsung!
52.   Bahwa telah terjadi pelanggaran hukum oleh TERMOHON sebagaimana terbukti dalam ketentuan Pasal 78 UU PT:
(1) RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya.
(2) RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir.
(3) Dalam RUPS tahunan, harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2).
53.   Bahwa dengan demikian telah terjadi pelanggaran hukum oleh TERMOHON, yakni setidaknya:
-        Tahun buku berakhir pada 30 Juni 2015, sehingga RUPS Tahunan paling lambat membahas Laporan Keuangan TERMOHON paling lambat pada Desember 2015. Namun senyatanya RUPS baru diadakan pada 04 Maret 2016. Sehingga menjadi pertanyaan besar, apa yang telah disembunyikan dan dimanipulasi TERMOHON sehingga terjadi penundaan selama 9 bulan?
-        TERMOHON gagal memberikan jawaban terkait aksi transfer pricing yang dilakukan direksi Perseroan, bahkan bersikap tertutup terhadap PEMOHON. TERMOHON tidak menyediakan data-data maupun dokumen pendukung.
54.   Bahwa Risalah Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT. ABC tanggal 04 Maret 2016 merupakan akta dibawah tangan, dengan agenda acara, antara lain:
-        untuk menyetujui laporan tahunan Perseroan untuk tahun buku yang berakhir pada 30 Juni 2015;
-        untuk menyetujui pengunduran diri Bapak ... sebagai satu-satunya komisaris di Perseroan dan untuk memberikan pembebasan dan pelunasan kepada Bapak ... ;
-        Untuk menunjuk Bapak ... sebagai komisaris baru dari Perseroan.
55.   Bahwa Risalah Berita Acara RUPS Tahunan TERMOHON tanggal 04 Maret 2016 baru diaktakan secara notaril di hadapan ... , S.H., notaris di Jakarta, pada tanggal 08 April 2016—TELAH MELEWATI BATAS WAKTU SEBAGAIMANA DIATUR Pasal 21 UU PT:
(5) Perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat notaris harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
(6) Perubahan anggaran dasar tidak boleh dinyatakan dalam akta notaris setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
56.   Bahwa Penjelasan Resmi Pasal 21 Ayat (5) UU PT:
“Yang dimaksud dengan “harus dinyatakan dengan akta notaris” adalah harus dalam bentuk akta pernyataan keputusan rapat atau akta perubahan anggaran dasar.”
57.   Bahwa Pasal 15 Ayat (1) Butir (f) UU PT berbunyi:
“Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya: nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris.”
58.   Bahwa Pasal 1 Ayat (15) UU PT menjelaskan:
“Hari adalah hari kalender.”
59.   Bahwa Risalah Berita Acara RUPS TERMOHON terjadi pada tanggal 04 Maret 2016, salah satu agenda acara dan keputusannya ialah:
“Menunjuk Bapak ... sebagai komisaris baru dari Perseroan.”—DENGAN KATA LAIN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PALING LAMBAT HARUS DIAKTA-NOTARIIL-KAN PALING LAMBAT TANGGAL 04 APRIL 2016.
60.   Bahwa Anggaran Dasar dalam Pasal 17 Ayat (4) mengatur secara tegas:
“Dalam waktu selambatnya 5 (lima) bulan setelah buku Perseroan ditutup, Direksi menyusun dan menyampaikan laporan tahunan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Dewan Komisaris untuk diajukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham tahunan. Laporan tahunan tersebut harus sudah disediakan di kantor perseroan selambatnya 14 (empat belas) hari sebelum tanggal Rapat Umum Pemegang Saham tahunan diselenggarakan agar dapat diperiksa oleh para pemegang saham.”
61.   Bahwa namun dalam Risalah Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan tanggal 04 Maret 2016, TERMOHON mengakui secara tegas telah melalaikan atau sengaja melalaikan kewajiban untuk bersikap transparan sebagaimana tertuang pada hlm. 6 butir (e) Risalah a quo, dimana TERMOHON menyatakan:
Perseroan tidak dapat memberikan jawaban terkait rincian Group Company dan menginformasikan bahwa Perseroan akan memberikan laporan keuangan Perseroan yang diaudit oleh PWC untuk tahun buku yang berakhir pada 30 Juni 2015.
62.   Bahwa oleh karena Risalah Berita Acara RUPS Tahunan a quo telah melewati jangka waktu serta tata cara yang ditentukan UU PT maupun Anggaran Dasar Persroan, maka keputusan RUPS otomatis menjadi BATAL oleh hukum secara sendirinya, sehingga:
-        TIADA PENGESAHAN LAPORAN TAHUNAN TERMOHON UNTUK TAHUN BUKU YANG BERAKHIR PADA 30 Juni 2015;
-        TIDAK ADA PELEPASAN DAN PEMBEBASAN DIREKSI MAUPUN DEWAN KOMISARIS UNTUK SEGALA HAL YANG TELAH DILAPORKAN DALAM LAPORAN TAHUNAN;
-        TIADA DIBENARKAN PENGGUNAAN LABA PERSEROAN UNTUK TAHUN BUKU YANG BERAKHIR PADA 30 JUNI 2015;
-        TIDAK DISETUJUINYA PENGUNDURAN DIRI BAPAK ... SEBAGAI SATU-SATUNYA KOMISARIS DI PERSEROAN DAN UNTUK MEMBERIKAN PEMBEBASAN DAN PELUNASAN KEPADA BAPAK ... ;
-        TIADA PENUNJUKKAN BAPAK ... SEBAGAI KOMISARIS BARU DARI PERSEROAN;
-        TIDAK DIBENARKAN PENUNJUKKAN DIREKSI PERSEROAN DAN/ATAU KONSULTAN HUKUM DARI ... UNTUK MENYATAKAN RISALAH INI DI HADAPAN NOTARIS PUBLIK.
63.   Bahwa RUPS diadakan sebagai wadah bagi pemegang saham untuk mendapatkan segala keterangan yang berkaitan dengan jalannya Perseroan, namun TERMOHON menjadikan RUPS sebagai ajang formalitas belaka.

PEMERIKSAAN OLEH AUDITOR INVESTIGASI

64.   Bahwa Pasal 139 UU PT:
(3) Dalam hal permohonan dikabulkan, ketua pengadilan negeri mengeluarkan penetapan pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan yang diperlukan.
(5) Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhak memeriksa semua dokumen dan kekayaan Perseroan yang dianggap perlu oleh ahli tersebut untuk diketahui.
(6) Setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan semua karyawan Perseroan wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan.
65.   Bahwa PEMOHON mengajukan tiga orang kepala ahli yang menguasai bidang spesifik audit, untuk diangkat dan ditunjuk serta diberikan kewenangan lewat penetapan pemeriksaan Perseroan, yakni:
              i.  Bpk/Ibu ... dari kantor akuntan publik ... , yang membawahi tim audit keuangan serta audit kebenaran materiil operasional / aksi korporasi dan keuangan;
             ii.  Bpk/Ibu ... dari kantor konsultan hukum/pengacara ... , yang membawahi tim audit legalitas Perseroan maupun terhadap berbagai legalitas aksi korporasi (legal due dilligence) serta etika GCG;
           iii.  Bpk/Ibu ... dari kantor konsultan pajak ... , yang membawahi tim audit pajak (tax auditor) yang menguasasi ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa maupun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Perusahaan Grup.
66.   Bahwa mengenai biaya Audit Investigasi, Pasal 141 UU PT mengatur:
(1)      Dalam hal permohonan untuk melakukan pemeriksaan dikabulkan, ketua pengadilan negeri menentukan jumlah maksimum biaya pemeriksaan.
(2)      Biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh Perseroan.
67.   Bahwa yurisprudensi terkait biaya Audit Investigasi, yakni:
-        Penetapan Audit Investigasi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 80/PDT.P/2014/PN.Jkt.Sel tanggal 4 Agustus 2014 dalam amar penetapan:
Menetapkan Termohon (PT. Internasional Islamic Boarding School) untuk membayar seluruh biaya pemeriksaan;”
-        Penetapan Audit Investigasi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 459/Pdt/P/2014/PN.Jkt.Sel tanggal 23 Februari 2015 dalam amar penetapan:
Menyatakan biaya pemeriksaan (Audit Investigasi) terhadap Termohon berdasarkan Penetapan ini bibayar atau ditanggung oleh Termohon.”
68.   Bahwa total Dana Cadangan TERMOHON yang tercatat pada Laporan Tahunan per 30 Juni 2015, ialah sebesar Rp. 20.861.210.000;- (dua puluh miliar delapan ratus enam puluh satu juta dua ratus sepuluh ribu rupiah) sebagaimana tertuang dalam halaman “Schedule 1” Laporan Auditor KAP DEF tahun 2015 bagian “EQUITY: Retained Earnings: Anappropriated.”
69.   Bahwa Dana Cadangan TERMOHON dengan nilai tersebut diatas telah mencapai 1.000% (seribu persen) dari Modal Dasar Perseroan sejumlah Rp. 2.040.000.000,- (dua miliar empat puluh juta rupiah). Oleh karenanya biaya Audit Investigasi layak dibebankan kepada TERMOHON.
70.   Bahwa Anggaran Dasar TERMOHON dalam Pasal 18 Ayat (2) mengatur:
“Dalam hal Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan tidak menentukan penggunaannya, laba bersih setelah dikurangi dengan cadangan yang diwajibkan oleh undang-undang dan Anggaran Dasar Perseroan dibagi sebagai Deviden.”
71.   Bahwa lebih lanjut Pasal 70 UU PT mengatur:
(1) Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan.
(2) Kewajiban penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.
(3) Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor.
72.   Bahwa Dana Cadangan TERMOHON telah mencapai 1.000 % (seribu persen) dari modal dasar, namun TERMOHON tidak pernah membagikan deviden yang menjadi hak PEMOHON, bahkan TERMOHON berhutang kepada anak usaha milik pemegang saham mayoritas sebesar Rp. 14.450.315.000;- meski pada tahun 2014 TERMOHON masih memiliki Dana Cadangan sebesar Rp. 30.087.706.000;- (tiga puluh miliar delapan puluh tujuh juta tujuh ratus enam ribu rupiah).
73.   Bahwa adalah suatu aksi korporasi yang ganjil, TERMOHON berhutang kepada anak usaha pemegang saham mayoritas meski terdapat dana kas yang jauh melebihi Dana Cadangan minimum. TERMOHON telah sengaja merugikan kekayaan Perseroan demi menghindari pajak lewat aksi transfer pricing.
74.   Bahwa atas berbagai keganjilan manuver korporasi tersebut, Kantor Akuntan Publik GHI pada tanggal 18 Desember 2015 membuat “Independent Auditors Report To The Shareholders of PT. ABC”, dengan salah satu kutipan pernyataan pada halaman 1:
“... In makin those risk assessments, the auditors consider internal control relevant to the entity’s preparation and fair presentation of the financial statements in order to design audit procedures that are appropriate in the circumstances, but not for the purpose of expressing an opinion on the effectiveness of the entity’s internal control.”
Terjemahan:
“... Dalam membuat penilaian resiko tersebut, auditor mempertimbangkan pengendalian internal yang relevan terhadap persiapan entitas dan penyajian wajar laporan keuangan dalam rangka merancang prosedur audit yang memadai dalam situasi ini, tetapi tidak untuk tujuan menyatakan pendapat atas efektivitas pengendalian internal entitas.”
75.   Bahwa Pasal 140 UU PT mengatur lebih lanjut:
(1) Laporan hasil pemeriksaan disampaikan oleh ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 kepada ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam penetapan pengadilan untuk pemeriksaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal pengangkatan ahli tersebut.
(2) Ketua pengadilan negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan kepada pemohon dan Perseroan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal laporan hasil pemeriksaan diterima.
76.   Bahwa acapkali salinan resmi penetapan pengadilan membutuhkan waktu hingga dapat dipegang secara riel / de facto oleh PEMOHON, sehingga adalah relevan bila jangka waktu pemeriksaan dihitung secara efektif sejak salinan resmi Penetapan telah diterima dan diperoleh PEMOHON sebagai alat pembuktian bagi tim ahli yang ditunjuk guna melakukan Audit Investigasi.
77.   Bahwa permohonan PEMOHON adalah beralasan dan telah sesuai dengan yurisprudensi Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan perkara permohonan Audit Investigasi register Nomor 80/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Sel tanggal 13 Agustus 2014 yang diajukan oleh pemegang saham PT. Internasional Islamic Boarding School, dimana Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum:
“Menimbang, bahwa mengenai perhitungan waktu 90 hari untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud Pasal 140 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, oleh karena antara diucapkannya Penetapan ini dengan diterimanya tugas untuk melakukan pemeriksaan sudah mengurangi waktu tersebut maka menurut hemat Majelis Hakim perhitungan waktu pemeriksaan ditetapkan 90 hari dimulai sejak diterimanya kesepakatan dimulainya pemeriksaan tersebut dengan Ahli.”
78.   Bahwa adapun yang menjadi bunyi amar butir ke-7 Penetapan Audit Investigasi No. 80/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Sel:
“Menetapkan para ahli yang diangkat dan ditunjuk berdasarkan penetapan ini, wajib menyampaikan hasil pemeriksaan terhadap PT. Internasional Islamic Boarding School kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan paling lambat dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya kesepakatan dengan pemeriksa (ahli).”
INDIKASI KUAT KECURANGAN DAN MAL-MANAGEMENT TERMOHON

79.   Bahwa “profiling” terhadap pelaku kejahatan dimaksudkan untuk memudahkan menangkap pelaku, maka profiling terhadap korban kejahatan dimaksudkan juga untuk memudahkan identifikasi pelaku. Indikasi telah terjadinya tata kelola TERMOHON yang mis-manajemen, dapat dibuktikan dari:
1.     Tidak pernah diberikannya deviden yang merupakan hak PEMOHON selaku pemegang saham;
2.     Terdapatnya berbagai transaksi ganjil oleh TERMOHON yang merugikan Perseroan;
3.     TERMOHON  selalu menolak untuk dimintai keterangan;
4.     TERMOHON sengaja membuat “kerugian” yang yang justru ditimbulkan oleh berbagai anak usaha milik pemegang saham mayoritas guna “menghisap” Dana Cadangan Perseroan sehingga dapat menghindari kewajiban pembagian deviden kepada PEMOHON maupun menghindari pajak.
5.     RUPS tahunan telah melewati batas masa waktu yang ditentukan oleh UU PT, dimana RUPS tahunan seyogianya dilangsungkan pada 31 November 2015, namun baru dilangsungkan pada 04 Maret 2016—sehingga patut diduga terjadi manipulasi terhadap laporan tahunan Perseroan dengan berbagai fakta yang telah disembunyikan TERMOHON.
80.   Bahwa TERMOHON telah melanggar prinsip-prinsip tata kelola perusahaan, sebagaimana diindikasikan dari:
a.     TERMOHON selalu menutup diri (Not Transparent). Tidak pernah terjadi keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan bahkan tidak pernah ada laporan rencana kerja.
b.    TERMOHON tidak akuntabel (Not Accountable). Tidak pernah diberikannya verifikasi maupun konfirmasi atas setiap pengeluaran dimana aset kekayaan Perseroan justru berpindah kepada berbagai anak usaha milik pemegang saham mayoritas dari TERMOHON.
c.     TERMOHON tidak pernah memberi klarifikasi laporan keuangan maupun aktifitas Perseroan (Irresponsible). TERMOHON sama sekali tidak menerapkan prinsip-prinsip korporasi yang sehat karena melakukan praktik transfer pricing secara ilegal.
d.    TERMOHON tidak independen (Not Independent) karena kekayaan Perseroan di-“hisap” hanya demi anak usaha milik pemegang saham mayoritas sehingga TERMOHON menjadi boneka yang disetir oleh pemegang saham mayoritas.
e.     TERMOHON bersikap tidak adil (Unfair). PEMOHON tidak pernah diberikan deviden, sementara Dana Cadangan TERMOHON justru dikuras demi kepentingan anak usaha milik pemegang saham mayoritas yang tidak memiliki sangkut paut dengan Perseroan.
81.   Bahwa dengan demikian laporan tahunan TERMOHON dalam setiap RUPS bersifat tidak akurat, tidak tepat waktu, tidak objektif, tidak transparan, dan tidak akuntabel—sehingga dengan demikian TERMOHON telah melanggar hak subjektif PEMOHON sebagaimana diatur ketentuan Pasal 75 Ayat (2) UU PT:
“Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan.”
82.   Bahwa ketentuan Pasal 63 UU PT mengatur:
(1) Direksi menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan datang.
(2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat juga anggaran tahunan Perseroan untuk tahun buku yang akan datang.
83.   Bahwa TERMOHON tidak pernah terbuka perihal rencana kerja tahunan, sehingga kemudian terjadi aksi korporasi yang tidak sehat sebagaimana kemudian terbukti dibukukannya kerugian besar untuk kali pertamanya Perseroan berdiri, sebagaimana tertuang dalam Laporan Keuangan tahun buku yang berakhir pada 30 Juni 2015.
84.   Bahwa Pasal 65 Ayat (1) UU PT kemudian menyatakan:
Dalam hal Direksi tidak menyampaikan rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, rencana kerja tahun yang lampau diberlakukan.”—DENGAN DEMIKIAN AKSI KORPORASI OLEH DIREKSI DENGAN BERHUTANG SEBESAR Rp. 13.134.548.000,- KEPADA Company Hong Kong Limited ADALAH ILEGAL !!!
85.   Bahwa terbukti PEMOHON tidak pernah mendapat hak-haknya selaku pemegang saham minoritas, sehingga terbukti pula TERMOHON telah melanggar ketentuan, baik terhadap Anggaran Dasar maupun terhadap UU PT—sehingga urgensi permohonan Audit Investigasi terhadap TERMOHON patut dan layak dikabulkan.

URGENSI PENETAPAN SERTA-MERTA (Uitvoerbaar Bij Voorraad)

86.   Bahwa penetapan pengadilan dapat bersifat serta-merta, layaknya penetapan pengadilan niaga akan perkara kepailitan. Pasal 8 Ayat (7) Undang-Undang Republik Indinesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang:
Putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.”
87.   Bahwa terdapat urgensi mendesak untuk segera dilaksanakannya Audit Investigasi terhadap TERMOHON, agar tidak memberi ruang waktu bagi TERMOHON untuk beritikad tidak baik menggelapkan barang bukti, melarikan aset kekayaan Perseroan, melenyapkan saksi, merekayasa alibi, ataupun untuk membuat manipulasi data dalam berbagai dokumen Perseroan.
88.   Bahwa penetapan yang bersifat serta-merta dalam Audit Investigasi bersifat jauh lebih banyak manfaat ketimbang mudarat.
89.   Bahwa Audit Investigasi dimohonkan atas dasar suatu kemendesakan yang luar biasa sehingga membutuhkan aksi seketika dan secepatnya demi menangkap tangan rekam aktivitas TERMOHON yang sinyalir kuat telah melakukan praktik kanibalisme terhadap Perseroan guna kepentingan pemegang saham mayoritas yang memiliki anak usaha berupa perseroan lain yang bergerak dibidang usaha yang identik sama dengan TERMOHON sehingga telah terjadi benturan kepentingan (conflict of interest) yang melanggar kaidah etik niaga.
90.   Bahwa Mahkamah Agung RI hanya melarang penerapan putusan serta-merta pada produk peradilan yang bernama “Putusan”. Sementara “Penetapan” bersifat serta-merta, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 180 HIR ia dapat dijalankan secara seketika sekalipun terdapat upaya hukum oleh pihak TERMOHON.
91.   Bahwa penetapan yang bersifat “serta-merta” layak untuk dikabulkan, mengingat akuntabilitas dan transparansi operasional Perseroan merupakan hak dari setiap pemegang saham. Sehingga, penetapan yang bersifat “serta-merta” tidak akan melukai hak konstitusional TERMOHON.
92.   Bahwa perkara permohonan adalah bersifat “voluntair” (yurisdictio
voluntaria), bukan “contradictoir” (yurisdictio contentiosa), sehingga patut dan beralasan bila permohonan penetapan dengan sifat serta-merta dikabulkan.
93.   Bahwa Rumusan Hasil Diskusi Kelompok Komisi Bidang Tekhnis Komisi I Peradilan Umum Sub Komisi IA (Perdata) pada Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI dengan Jajaran Pengadilan Tinggi Tingkat Banding dari Empat Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia di Manado, telah merumuskan, dalam kesimpulan butir ke-3, dengan bunyi:
“... apabila didalam pembuktian gugatan serta merta tersebut telah memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg, maka Hakim “dapat” mengabulkan gugatan dengan putusan serta merta.”
94.   Bahwa guna menghindari perdebatan apakah Penetapan Pemeriksaan / Audit Investigasi masuk dalam ranah “voluntair” ataukah “contradictoir”, maka PEMOHON mohon Majelis Hakim yang memeriksa dan menetapkan, untuk mempertimbangkan bahwa segala informasi mengenai aktifitas TERMOHON adalah memang secara dasariah menjadi hak PEMOHON, sehingga Penetapan dengan sifat serta-merta layak dan patut dikabulkan sebagai sebuah ketegasan demi kepastian hukum. Pemegang saham selaku salah satu bagian dari RUPS, bukanlah pihak ketiga, namun adalah organ perseroan itu sendiri.

RUANG LINGKUP AUDIT INVESTIGASI

95.   Bahwa yang menjadi ruang lingkup Audit Investigasi terhadap TERMOHON, tidak terbatas pada tahun buku/anggaran/operasional 2014—2015 Perseroan, antara lain:
a)    Etika Usaha. Kode etik niaga mensyaratkan kepatuhan terhadap hukum positif yang berlaku di Indonesia, disamping harus menghindari dari kegiatan yang dapat menyebabkan benturan kepentingan serta menjaga kerahasiaan informasi bisnis perusahaan. Adapun pelanggaran yang terindikasi telah dilakukan TERMOHON, diantaranya:
-        Etika Perseroan terhadap pemegang saham minoritas;
-        Etika Perseroan terhadap penyedia barang dan jasa;
-        Etika Perseroan terhadap kompetitor;
-        Etika Perseroan terhadap pegawai;
-        Etika Perseroan terhadap pelanggan;
-        Etika Perseroan terhadap anti transfer pricing dan anti money laundring;
b)    Etika Kerja:
-        Minimnya ketaatan pemegang saham mayoritas, direksi, dan komisaris Perseroan terhadap peraturan perundang-undangan maupun anggaran dasar Perseroan;
-        Tidak transparannya hubungan eksternal, baik transaksi dengan rekanan dan pemasok;
-        Benturan kepentingan, terindikasi terjadi tatkala pemegang saham mayoritas mempunyai dua atau lebih kepentingan yang saling bertentangan antara kepentingan Perseroan dan kepentingan pribadi pemegang saham mayoritas yang kini berujung pada praktik kanibalisme terhadap Perseroan—hal mana terjadi dengan adanya indikasi pemegang saham mayoritas telah menggunakan informasi penting dan rahasia disamping aset kekayaan Perseroan bagi keuntungan pribadi anak usaha miliknya;
-        Integritas dan akurasi pembukuan, dimana semua catatan resmi mengenai kegiatan bisnis Perseroan harus akurat, jujur, lengkap, dan tepat waktu, tanpa adanya pembatasan dalam bentuk apapun. Buruknya akurasi pembukuan TERMOHON, tercermin dalam dua hal, yakni tiadanya dokumentasi fakta disamping tiadanya penilaian yang etis;
-        Pelanggaran terhadap kode etik (code of conduct);
-        Pelaporan pengaduan atas pelanggaran, dimana TERMOHON tidak pernah memberi klarifikasi apapun terkait hak deviden PEMOHON serta tiadanya verifikasi dalam bentuk apapun terkait berbagai pengeluaran TERMOHON yang diluar nilai kewajaran yang mengakibatkan Perseroan mengalami kerugian sebesar Rp.14.450.315.000;- setelah selama belasan tahun mencetak keuntungan bersih;
-        Tidak diterapkannya fiduciary duty maupun bussiness judgment rule direksi dan komisaris TERMOHON—sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 97 UU PT:
1)    Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
2)    Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
3)    Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
-        Tiadanya standarisasi setiap pencatatan kegiatan usaha dan pembukuan.
c)     Legalitas Pendirian dan legalitas usaha TERMOHON;
d)    Dokumen-dokumen mengenai aset TERMOHON berupa kepemilikan atas benda bergerak maupun benda tidak bergerak, kepemilikan saham di entitas hukum lainnya. Company Hong Kong Limited maupun PT. HIJ Indonesia merupakan anak usaha Company Inc (pemegang saham mayoritas), dimana kerugian besar TERMOHON justru timbul akibat Company Hong Kong Limited maupun PT. HIJ Indonesia, merupakan indikasi transfer pricing;
e)    Perjanjian-perjanjian yang dibuat dan ditanda-tangani oleh TERMOHON dengan pihak ketiga, antara lain perjanjian hutang-piutang, perjanjian sewa server IT, dsb—tidak terkecuali perbuatan hukum yang dilakukan demi kepentingan entitas usaha yang dimiliki pemegang saham mayoritas;
f)      Dokumen-dokumen mengenai perizinan dan persetujuan TERMOHON, antara lain Surat Keterangan Domisili Perusahaan, TDP, perizinan teknis dan persetujuan yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah, akta-akta, dsb;
g)     Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan kepegawaian perusahaan, antara lain berupa peraturan perusahaan, dokumen mengenai jaminan sosial tenaga kerja, dokumen mengenai ijin pemakaian tenaga kerja asing, dokumen mengenai upah tenaga kerja, IMTA, dsb;
h)    Dokumen-dokumen mengenai pajak TERMOHON;
i)      Dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tuntutan dan/atau sengketa baik di dalam maupun di luar pengadilan;
j)      Pengelolaan keuangan. Keganjilan terjadi karena TERMOHON tidak pernah membuat rencana kerja baru, namun kemudian merugi akibat berhutang sebesar Rp.14.450.315.000;- kepada anak usaha pemegang saham mayoritas;
k)     Transaksi Investasi;
l)      Transaksi keuangan lainnya yang dilakukan TERMOHON maupun anak-anak perusahaan Perseroan yang dikonsolidasikan; dan
m)  Transaksi-transaksi penempatan dana investasi pada bank-bank tertentu.

INDIKASI KUAT MODUS PENGHINDARAN PAJAK OLEH TERMOHON

96.   Bahwa Kantor Berita Antara pada tanggal 29 September 2015 menurunkan berita berjudul “Ditjen Pajak Berhasil Hentikan Tren Merugi Perusahaan Multinasional”,[1] dengan bunyi:
“"Salah satu isu perpajakan perusahaan multinasional yang dinilai strategis adalah transfer pricing. Isu ini dipicu oleh transaksi perusahaan multinasional di Indonesia ke afiliasinya di luar negeri," ujar  Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah DJP Kalbar Taufik Wijiyanto.  
Perusahaan afiliasi adalah perusahaan yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain, antara lain karena kesamaan pemilik perusahaan dalam bentuk prosentase kepemilikan saham.   
Alih-alih menggunakan transaksi wajar, perusahaan multinasional seringkali menetapkan harga jual di bawah harga wajar, dan menetapkan harga beli dan biaya di atas harga wajar guna mengecilkan pajak yang harus dibayar di Indonesia.
   Praktik inilah yang sering disebut sebagai penyalahgunaan transfer pricing. Umumnya, tujuan dari transaksi ini adalah penghindaran pajak melalui profit shifting atau "pemindahan keuntungan" dari perusahaan di Indonesia ke perusahaan afiliasinya di luar negeri yang bertempat di negara dengan tarif pajak rendah atau low tax rate country (LTRC).
Praktik profit shifting lazim digunakan oleh perusahaan multinasional yang memiliki cabang di berbagai negara untuk menggelembungkan keuntungannya dengan cara mengecilkan pajak yang harus dibayar.
    Caranya adalah dengan merancang agar perusahaan grup yang ada di LTRC menjadi perusahaan dengan laba terbesar.
Dengan menggunakan transaksi yang tidak wajar, Wajib Pajak diminta untuk membeli barang atau jasa dari perusahaan LTRC dengan harga di atas wajar, sehingga terus menerus merugi. Transaksi seperti inilah yang lazim disebut sebagai transfer pricing.
    Lalu bagaimana Wajib Pajak dapat terus beroperasi jika merugi? Jawabannya adalah dengan diberikan hutang terus-menerus sehingga Wajib Pajak berada dalam situasi hidup segan mati tak mau.
    Jadi, tidak perlu heran apabila di Indonesia banyak dijumpai perusahaan multinasional yang terus menerus merugi namun sebaliknya tetap beroperasi sepanjang tahun."
97.   Bahwa Hong Kong merupakan negara Tax Heaven yang kerap dijadikan tempat pelarian kekayaan sebagaimana dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 2239 K/PID.SUS/2012 tanggal 18 Desember 2012 telah menghukum dengan sangat keras modus transfer pricing sebagai penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri Group (AAG). Untuk itu Mahkamah Agung telah membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, ... Terdakwa selaku Tax Manager pada 14 perusahaan yang tergabung dalam AAG yang diwakilinya mempunyai kewajiban mengisi dan menyampaikan laporan SPT tahun pajak Badan dan penghasilan mendasarkan pada pembukuan akhir tahun perusahaan-perusahaan tersebut, namun berdasarkan fakta di dalam perusahaan-perusahaan itu telah melakukan rekayasa-rekayasa perusahaan tersebut, namun berdasarkan fakta di dalam perusahaan-perusahaan itu telah melakukan rekayasa-rekayasa harga pasar, membebankan biaya-biaya dan fee yang semestinya tidak ada, sehingga dari perbuatan itu dapat memperkecil penghasilan perusahaan dan dapat memperkecil pula pembayaran SPT Badan dan Penghasilan, padahal senyatanya tidaklah demikian hasil yang diperoleh jauh di atas dari yang dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak.” (hlm. 470 putusan)
“Menimbang, bahwa sebagaimana dipertimbangkan di atas bahwa perbuatan Terdakwa berbasis pada kepentingan bisnis 14 (empat belas) korporasi yang diwakilinya untuk menghindari Pajak Penghasilan dan Pajak Badan yang seharusnya dibayar oleh karena itu tidaklah adil jika tanggung jawab pidana hanya dibebankan kepada Terdakwa selaku individu akan tetapi sepatutnya juga menjadi tanggung jawab korporasi yang menikmati atau memperoleh hasil Tax Evation tersebut.” (hlm. 472 putusan)
“Menimbang, bahwa sekalipun secara individual perbuatan Terdakwa terjadi karena “mensrea” dari Terdakwa, namun karena perbuatan tersebut semata-mata untuk kepentingan korporasi maka Mahkamah Agung berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh Terdakwa adalah dikehendaki atau “mensrea” dari 14 (empat belas) korporasi, sehingga dengan demikian pembebanan tanggung jawab pidana “Individual Liability” dengan Corporate Liability harus diterapkan secara simultan sebagai cerminan dari doktrin respondeat superior atau doktrin “Vicarious Liability” diterapkan pertanggungan jawab pidana kepada korporasi atas perbuatan atau perilaku Terdakwa sebagai personifikasi dari korporasi yang diwakilinya menjadi tugas dan tanggung jawab lagi pula apa yang dilakukan Terdakwa telah diputuskan secara kolektif.” (hlm. 472 putusan)
“Perkembangan hukum pajak di Belanda telah pula menerima pertanggung jawaban pidana dari korporasi karena pajak menjadi andalan anggaran pendapatan Negara yang dilandasi pada kepentingan praktis untuk menegakan hukum khususnya terhadap tindak pidana pajak badan atau korporasi dan Indonesia telah perlu mempertimbangkan untuk mengadopsi sendi-sendi penegakan hukum di sektor perpajakan di Belanda.” (hlm. 472 putusan)
MENGADILI
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tersebut;
MENGADILI SENDIRI
1.    Menyatakan Terdakwa Suwir Laut alias Liu Che Sui alias Atak tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN DAN/ATAU KETERANGAN YANG ISINYA TIDAK BENAR ATAU TIDAK LENGKAP SECARA BERLANJUT”;
2.    Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun;”
98.   Bahwa Andreas Adoe, praktisi pajak dan pengajar pada Program Administrasi Fiskal Fakultas Administrasi UI, dalam artikelnya berjudul “Penerapan Arm’s Length Principle di Indonesia dan Laporan BEPS – Bagian 1” tanggal 18 Februari 2016[2], menuliskan fakta dibalik fenomena perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang melaporkan kerugian, sebagai berikut:
“Belakangan diketahui bahwa masih terdapat kelemahan atas penerapan peraturan pajak internasional, yang termasuk didalamnya aturan transfer pricing dan arm’s length principle, sehingga perusahaan multinasional tetap dapat melakukan penghindaran pajak dengan mentransfer keuntungan ke negara tertentu dengan tarif pajak rendah atau bahkan tidak mengenakan pajak yang sering disebut tax haven atau melakukan penghindaran pajak dengan menggeserkan fungsi, aset, resiko hingga aktiva tak berwujud ke negara yang peraturan pajaknya lebih menguntungkan (Profit Shifting).”
“Arm’s length principle merupakan dasar, yang menjadi standar internasional, untuk menentukan harga transfer untuk tujuan pajak, yang digunakan dalam Pasal 9 Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) Model Tax Convention, sebagai keadaan yang dibuat atau diberlakukan di antara kedua pihak dalam hubungan dagang atau hubungan keuangan yang berbeda dengan dibuat antara perusahaan independen, maka setiap laba yang seharusnya diakui oleh salah satu perusahaan dalam kondisi tertentu, tetapi dengan alasan kondisi tertentu tersebut belum diakui, maka laba dimaksud dapat dimasukkan dalam laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak.”
“Untuk arm’s length principle, penerapannya menjadi satu sorotan dalam Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) karena telah terbukti sebagai standar yang digunakan otoritas pajak dan wajib pajak untuk menguji harga transfer dari pihak yang memiliki hubungan istimewa. Penekanan permasalahan transfer pricing dalam BEPS secara khusus diberikan untuk:
-        Aktiva tidak berwujud, karena alokasi laba yang tidak tepat;
-        Alokasi resiko yang tidak selalu berhubungan dengan kegiatan yang dijalankan;
-        Tingkat pengembalian pembiayaan yang tidak selalu berhubungan dengan tingkat kegiatan pemberi pinjaman;
-        Karakterisasi ulang atas transaksi yang tidak rasional secara komersial;
-        Pembayaran jasa;
-        Transaksi komoditas; dan
-        Dokumentasi Transfer Pricing.
 “Penafsiran DJP dalam penerapan arm’s length principle, berdasarkan Pasal 18 Ayat (3) UU PPh, adalah untuk menentukan penghasilan atau laba wajar dari wajib pajak, penentuan biaya mana yang dapat dikurangkan sebagai penghasilan, penerapan arm’s length principle atas pinjaman dari pemegang saham hingga penerapan metode transfer pricing dalam transaksi hubungan istimewa.”
99.   Bahwa Hadi Setiawan, peneliti Kemenkeu RI, dalam artikelnya “Transfer Pricing dan Resikonya Terhadap Penerimaan Negara”[3] menuliskan:
“Starbucks Inggris misalnya, pada tahun 2011 sama sekali tidak membayar pajak korporasi padahal berhasil mencetak penjualan sebesar £398 juta.
“Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Perusahaan-perusahan multinasional tersebut menggunakan praktik transfer pricing untuk meminimalkan pembayaran pajak mereka.
“ ... (sering disebut abuse of transfer pricing), yaitu suatu pengalihan penghasilan dari suatu perusahaan dalam suatu negara dengan tarif pajak yang lebih tinggi ke perusahaan lain dalam satu grup di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah sehingga mengurangi total beban pajak group perusahaan tersebut. Eden (2001) dalam Darussalam dan Sepriadi (2008) mengistilahkan transfer pricing manipulation dengan suatu kegiatan untuk memperbesar biaya atau merendahkan tagihan yang bertujuan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang.”
100.   Bahwa Laporan Auditor KAP DEF tahun 2015 dalam hlm. “Schedule 5/14” menyatakan:
“As at the completion of the financial statements, the tax audit for fiscal year 2014 has not yet to be completed.”
101.   Bahwa TERMOHON telah mengelabui auditor sebagaimana ternyata dalam Laporan Auditor KAP DEF tahun 2015 hlm. “Schedule 5/16”, dimana TERMOHON membuat auditor berasumsi sesat bahwa TERMOHON adalah pemilik saham dari Company Hong Kong Limited maupun PT. HIJ Indonesia—meski senyatanya kedua badan hukum tersebut adalah milik pemegang saham mayoritas (Company Inc. dan SxxK Limited). Adapun rincian dalam Laporan Auditor dimaksud:
The Company is under common control with Company Hong Kong Limited, through the majority shareholder, Company Inc., British Virgin Island. The ultimate parent of the Company is SxxK Limited, Australia.”
Related Parties
Nature of relationship
Nature of transactions
Company Hong Kong Limited
Under common control
IT and Business Support Service
PT. HIJ Indonesia
Under common control
Reimbursement cost
102.   Bahwa pemegang saham mayoritas telah menyalahgunakan kekuasaan, karena transfer pricing adalah tindakan ilegal karena memanipulasi dan merekayasa kekayaan Perseroan sehingga merugikan pemegang saham minoritas atas hak deviden maupun kepastian saham yang ditanamkan pada TERMOHON, disamping merugikan negara karena praktik penggelapan pajak demikian.
103.   Bahwa Pasal 97 Ayat  (1) UU PT menyatakan: “Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).”—Mengapa Laporan Auditor KAP DEF tahun 2015 justru menyatakan bahwa TERMOHON dibawah pengendalian pemegang saham mayoritas (Company Inc.) sehingga pemegang saham mayoritas merasa berhak menyetir dan mengurus kekayaan dan jalannya Perseroan—bahkan SxxK Limited dinyatakan sebagai pengendali utama dari TERMOHON meski SxxK Limited tidak memiliki saham pada TERMOHON—sebagaimana tertuang secara salah kaprah dalam hlm. “Schedule 5/16” Laporan Auditor:
The Company is under common control with Company Hong Kong Limited, through the majority shareholder, Company Inc., British Virgin Island. The ultimate parent of the Company is SxxK Limited, Australia.”
104.   Bahwa Pasal 1 Ayat (5) UU PT lebih tegas lagi menyebutkan: “Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, ...”—Bukan untuk kepentingan Company Hong Kong Limited maupun SxxK Limited yang mana keduanya bukan merupakan pemegang saham pada TERMOHON. Mengapa Laporan Auditor KAP DEF tahun 2015 justru melaporkan seolah penguasaan dan kontrol terhadap Perseroan berada di tangan Company Inc. dan SxxK Limited ???
105.   Bahwa baik TERMOHON, Company Hong Kong Limited, maupun PT. HIJ Indonesia masing-masing adalah subjek hukum (rechtspersoon) yang berdiri sendiri sebagai entitas hukum tunggal dan independen. Namun pemegang saham mayoritas telah menyalahgunakan TERMOHON sehingga berlakulah doktrin piercing the corporate veil, dimana Company Inc. serta SxxK Limited telah menyalahgunakan kedudukannya sebagai pemegang saham mayoritas.
106.   Bahwa indikasi tersebut terbukti dari adanya perjanjian yang paling signifikan (significant agreement), dimana modus transfer pricing terjadi sejak tahun 2012, sebagaimana terbukti dalam Laporan Auditor KAP DEF tahun 2015 hlm. “Schedule 5/17”:
Significant agreements: On 16 November 2012, Company Hong Kong Limited entered into information Technology Support Service Agreement and Business Support Services Agreement with the Company. ... Cost incurred during the year were charged to business support fee expenses and IT support fee amounting to Rp. 6.010.925.000;- and Rp. 5.080.331.000;-, respectively.”
107.   Bahwa TERMOHON dapat menyewa penyedia jasa server dan IT lokal dengan biaya yang jauh lebih murah dan lebih efesien karena server di Indonesia lebih tepat digunakan untuk kegiatan usaha TERMOHON yang bergerak dibidang jasa lowongan kerja via internet di Indonesia, ketimbang menggunakan jasa server dan IT di Hong Kong milik anak usaha pemegang saham mayoritas yang lebih mahal 50.000 % dari harga yang ditawarkan penyedia jasa lokal.
108.   Bahwa dengan demikian TERMOHON telah melanggar ketentuan Pasal 1 Ayat (5) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-32/PJ/2011 Tentang  Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 Tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa:
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's length principle/ALP) merupakan prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.”
109.   Bahwa Laporan Auditor DEFtahun 2015, pada halaman “Schedule 5/17” tercetak “Operating Expenses” berupa ongkos sewa server kepada Company Hong Kong Limited sebesar Rp. 11.091.256.000;-. ALIAS 50.000 % LEBIH MAHAL DARI BIAYA JASA SEJENIS YANG DITAWARKAN PENYEDIA SERVER LOKAL. Dengan demikian TERMOHON telah melanggar ketentuan Pasal 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011:
1.    Wajib Pajak dalam melakukan transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa wajib menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
2.    Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.    melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
b.    menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
c.     menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; dan
d.    mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
3.    Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's Length Principle/ALP) mendasarkan pada norma bahwa harga atau laba atas transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga transaksi tersebut mencerminkan harga pasar yang wajar (Fair Market Value/FMV).
4.    Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan nilai seluruh transaksi tidak melebihi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak untuk setiap lawan transaksi, dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
110.   Bahwa Laporan Auditor DEFtahun 2015, pada halaman “Schedule 5/17” tercetak kerugian “Trade and other payables” sebesar Rp. 13.134.548.000;- serta “Operating Expenses” sebesar Rp. 11.091.256.000;- yang kedua pengeluaran terbesar tersebut bersumber dari Company Hong Kong Limited yang notabene anak usaha SxxK Limited (induk dari pemegang saham mayoritas).
111.   Bahwa total pengeluaran TERMOHON tahun buku 2014—2015 yang diberikan kepada Company Hong Kong Limited adalah sebesar Rp. Rp. 13.134.548.000,00 + Rp. 11.091.256.000,00 = Rp. 24.225.804.000,00 SEMENTARA NILAI MODAL (EQUITY) ATAU DANA CADANGAN TERMOHON HANYA SEBESAR Rp. 20.861.210.000,00 !!!
112.   Bahwa Laporan Auditor DEFtahun 2015, pada halaman “Schedule 5/17” tercetak kerugian “Trade and other payables” sebesar Rp. 13.134.548.000;- SEMENTARA LAPORAN KEUANGAN TERMOHON TAHUN BUKU 2012—2013 JUSTRU TERMOHON YANG MEMBERIKAN HUTANG PADA Company Hong Kong Limited dan PT. HIJ Indonesia, BUKAN JUSTRU BERHUTANG PADA Company Hong Kong Limited maupun PT. HIJ Indonesia !!!
113.   Bahwa TERMOHON dengan demikian telah melanggar ketentuan Pasal 3 Ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.010/2015 Tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang Dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan
“Dalam hal Wajib Pajak mempunyai utang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, disamping harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), biaya pinjaman atas utang kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut harus pula memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha ...”
PEMEGANG SAHAM MAYORITAS PERSEROAN TELAH MENJADIKAN TERMOHON SEBAGAI BONEKA DAN SAPI PERAHAN

114.   Bahwa pemegang saham mayoritas, Company Inc. merupakan badan hukum asing (Hong Kong), yang dalam Laporan Keuangan TERMOHON sejak tahun buku 2017—2015 serta tahun buku lainnya, menjadikan TERMOHON sebagai sapi perahan dengan menempatkan Direksi dan Komisaris “boneka” yang sejatinya TERMOHON dikuasai dan disetir secara penuh oleh Company Inc.
115.   Bahwa dengan demikian, mengingat TERMOHON kemudian menjadi boneka (nominee) dari pemegang saham mayoritas yang merupakan badan hukum asing, maka terindikasi kuat TERMOHON telah melanggar ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal:
(1) Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.
(2) Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum.
116.   Bahwa Penjelasan Resmi Pasal 33 Ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007 menerangkan:
Tujuan pengaturan ayat ini adalah menghindari terjadinya perseroan yang secara normatif dimiliki seseorang, tetapi secara materi atau substansi pemilik perseroan tersebut adalah orang lain.”
117.   Bahwa SxxK Limited Australia bukanlah pemegang saham pada TERMOHON, namun Laporan Auditor KAP DEF tahun 2015 hlm. “Schedule 5/16” justru secara jelas menyatakan bahwa: “... The ultimate parent of the Company is SxxK Limited, Australia.”—dan bahwa PT. HIJ Indonesia bukanlah anak usaha TERMOHON, namun anak usaha milik SxxK Limited.
118.   Bahwa tuduhan tersebut terbukti dalam Laporan Keuangan tahun buku 2008 sampai 2015, Company Inc (badan hukum Hongkong) selaku pemegang saham mayoritas telah mengkanibalisasi aset maupun harta kekayaan TERMOHON, sehingga TERMOHON pada tahun buku 2014—2015 mengalami defisit total setelah dikurangi profit menjadi sebesar Rp. 9.226.496.000;- (sembilan miliar dua ratus dua puluh enam juga empat ratus sembilan puluh enam ribu rupiah).
119.   Bahwa pemegang saham mayoritas telah melanggar ketentuan Pasal 3 UU PT yang melarang percampuran kekayaan Perseroan dengan kepentingan pribadi pemegang saham, dimana Pasal 3 Ayat (2) UU PT berbunyi:
b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau
d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
120.   Bahwa Penjelasan Resmi Pasal 3 Ayat (2):
“Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan hapus apabila terbukti, antara lain terjadi pencampuran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan Perseroan sehingga Perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf d.”
121.   Bahwa Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, menyatakan:
“Transaksi yang terjadi antara pihak afiliasi tersebut antara lain transaksi penjualan, pembelian, pengalihan serta pemanfaatan harta berwujud, pemberian jasa intra-group, pengalihan, dan pemanfaatan harta tak berwujud, pembayaran bunga, dan penjualan atau pembelian saham. Permasalahan utama pada transaksi afiliasi adalah penentuan harga transfer (transfer pricing). Motif yang digunakan oleh perusahaan group dalam penentuan harga transfer transaksi afiliasi, antara lain minimalisasi pajak, repatriasi modal, risiko perbedaan mata uang, window dressing laporan keuangan perusahaan induk serta alasan bisnis lainnya.”
“Tahapan pelaksanaan pemeriksaan transfer pricing terdiri dari Menentukan Karakteristik Usaha Wajib Pajak, Memilih Metode Transfer Pricing, serta Menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Setelah mengumpulkan keterangan dan bukti terkait transaksi afiliasi baik melalui Wajib Pajak ataupun pihak eksternal, Pemeriksa Pajak menentukan karakteristik usaha Wajib Pajak, memilih metode transfer pricing, dan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.”
Pembanding Eksternal yang dapat digunakan untuk menguji kewajaran transaksi afiliasi, dapat berupa: harga pasar produk komoditas atau harga barang/jasa sejenis yang diperjualbelikan oleh pihak independen;”
Metode Perbandingan Harga Antara Pihak yang Independen (Comparable Uncontrolled Price Method) diterapkan dengan cara membandingkan harga barang atau jasa dalam transaksi afiliasi dengan harga barang atau jasa dalam transaksi independen.”
“Penerapan prinsip kewajaran atas transaksi jasa intra-group mengharuskan jumlah biaya yang dialokasikan untuk anggota grup sebanding dengan manfaat yang diharapkan dari jasa.”
“Pengujian kewajaran utang dan besarnya utang terhadap pihak afiliasi dapat dilakukan dengan melihat faktor sebagai berikut: sifat dan tujuan utang, kondisi pasar pada saat utang diberikan, jumlah pokok utang dan jangka waktu utang, keamanan yang ditawarkan oleh peminjam dan jaminan dalam pinjaman, besarnya utang yang masih dimiliki oleh peminjam.”
Memastikan utang benar-benar terjadi. Untuk memastikan utang benar-benar terjadi, Pemeriksa Pajak dapat melakukan penelitian pada dokumen-dokumen kontrak utang serta pada arus uang pemberian pinjaman ataupun pembayaran pokok dan/atau bunga.”
“Kewajaran perbandingan utang dengan modal dapat dilakukan dengan membandingkan utang dan modal dari perusahaan sejenis. Apabila perbandingan tersebut tidak wajar maka dapat dilakukan penyesuaian sebagaimana padal 18 ayat (3) UU PPh.”
“Pengujian tingkat bunga pinjaman ke pihak afiliasi dilakukan dengan membandingkan tingkat bunga pinjaman ke pihak afiliasi terhadap tingkat bunga yang umum digunakan oleh pihak independen.”
“Setelah pembanding yang andal diperoleh dan metode transfer pricing yang akan digunakan telah ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah membandingkan harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba pembanding tersebut sesuai metode yang akan digunakan.”
122.   Bahwa Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa menyatakan sebagai berikut:
“Pada umumnya, upaya penghindaran pajak dapat dilakukan antara lain dengan melakukan penggeseran laba (profit shifting) dari suatu negara ke negara yang lain melalui transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa yang berkedudukan di negara yang berbeda (cross-border transactions).”
“Secara universal, transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan isitmewa (dalam satu grup usaha) dikenal sebagai transaksi afiliasi (affiliated transactions). Sedangkan harga yang ditentukan dalam transaksi afiliasi secara umum dikenal sebagai penentuan harga transfer (transfer pricing).”
“Penjelasan Pasal 18 ayat (4) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa:
a.    hubungan istimewa diantara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan kepemilikan;
b.    hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut.”
“Dalam pemeriksaan terhadap transaksi afiliasi yang melibatkan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, penentuan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta penentuan utang sebagai modal dilakukan dengan menggunakan metode-metode, antara lain metode perbandingan harga antara pihak yang independen (Comparable Uncontrolled Price Method), metode harga penjualan kembali (Resale Price Method), metode biaya-plus (Cost-Plus Method), metode pembagian laba (Profit Split Method) dan metode laba bersih transaksional (Transactional Net Margin Method), serta metode-metode lainnya sebagaimana yang dimaksud Pasal 18 ayat (3) UU PPh dan penjelasannya.”
YURISPRUDENSI TERKAIT PENETAPAN AUDIT INVESTIGASI TERHADAP BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS ATAS PERMOHONAN PEMEGANG SAHAM

123.   Bahwa Penetapan Audit Investigasi Total telah diakui dalam praktik berbagai pengadilan negeri dan Mahkamah Agung RI, antara lain:
a)    Penetapan Audit Investigasi register Nomor 80/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Sel yang diajukan oleh H. Muchdi Purwopranjono selaku pemegang satu juta lembar saham senilai Rp.10.000.000.000,- PT. Internasional Islamic Boarding School, dimana Majelis Hakim Jakarta Selatan membuat pertimbangan hukum:
Menimbang, bahwa dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas serta dengan memperhatikan pula azas tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), azas keterbukaan dan transparansi, maka permohonan Pemohon yang memohon untuk dilakukan pemeriksaan terhadap PT. Internasional Islamic Boarding School yang bertujuan untuk mendapatkan data laporan keuangan PT. Internasional Islamic Boarding School untuk tahun buku 2003 s/d tahun buku 2013 cukup beralasan dan tidak bertentangan dengan hukum, oleh karenanya patut dan adil untuk dikabulkan;
“Menimbang, bahwa oleh karena itu para ahli yang diangkat dan ditunjuk berdasarkan penetapan ini berhak dan berwenang untuk memeriksa semua dokumen PT. Internasional Islamic Boarding School termasuk namun tidak terbatas pada dokumen legalitas pendirian perusahaan, dokumen-dokumen mengenai asset perusahaan, perjanjian-perjanjian yang dibuat dan ditanda-tangani oleh perusahaan, perizinan dan persetujuan perusahaan, permasalahan kepegawaian, perusahaan, asuransi perusahaa, pajak perusahaan, serta kekayaan perusahaan dan juga melakukan wawancara kepada orang-orang terkait yang dianggap perlu oleh ahli terhadap PT. Internasional Islamic Boarding School.
“Menimbang, bahwa oleh karena itu diperintahkan kepada seluruh anggota Komisaris dan Direksi serta setiap karyawan PT. Internasional Islamic Boarding School yang dimintai informasi, data atau keterangan berupa semua dokumen oleh Ahli yang diangkat berdasarkan Penetapan Pengadilan ini, wajib untuk memberikan serta menyajikan seluruh informasi, data atau keterangan berupa semua dokumen (termasuk buku, catatan, dan surat yang berkaitan dengan kegiatan perseroan) dan kekayaan perseroan baik berupa asset benda berharga dan/atau benda bergerak dan/atau benda tidak bergerak yang benar dan akurat yang diperlukan oleh Akuntan Publik dan Tenaga Ahli professional tersebut.”
b)    Penetapan Audit Investigas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Register Nomor 459/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Sel tanggal 23 Februari 2015 yang dimohonkan oleh pemegang saham PT. Amatra Citra Indonesia, dimana dalam pertimbangan hukumnya halaman 33 dari penetapan, Majelis Hakim menyatakan:
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas, maka amar Permohonan Penetapan Perkara a quo (No. 459/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Sel tanggal 28 Oktober 2014) tidak sama objek dan dalil-dalil yang terdapat dalam Penetapan perkara permohonan No. 54/Pdt.P/2014/PN.Jkt.Sel tertanggal 07 Agustus 2014 yang sudah pernah diperiksa, diputus dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dengan demikian tidak ada nebis in idem, oleh karena itu Eksepsi Termohon bahwa Permohonan Pemohon ne bis in idem (Exceptio Res Judicata / Van Gewijsde Zaak) tidak beralasan menurut hukum.”
c)     Penetapan Audit Investigasi Pengadilan Negeri Jakarta Barat Register Nomor 846/Pdt.P/2011/PN.JKT.BAR tanggal 10 Januari 2012, dimana salah satu diktum Penetapannya berbunyi:
-   Mewajibkan kepada Direksi, Komisaris, Pemegang Saham Perseroan, karyawan Perseroan, serta pihak-pihak terkait lainnya siapapun juga:
                  i.       Untuk tidak melakukan tindakan-tindakan apapun juga baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat menghambat jalannya pemeriksaan atau menyebabkan hilang atau rusaknya data-data terkait dengan Perseroan;
                 iiUntuk memberikan bantuan, akses baik dokumen/data maupun computer (termasuk jaringan komputer) milik Perseroan dan/atau milik pribadi Direksi, Dewan Komisaris, Karyawan serta pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan dan operasional dari perseroan dan bekerjasama sepenuhnya dengan para pemeriksa dari kedua ahli yang ditunjuk oleh Pengadilan berdasarkan penetapan ini;
                   iii. memberikan dokumen-dokumen, data-data dan/atau keterangan-keterangan, baik asli, salinan, foto copy/elektronik maupun dalam bentuk media lainnya yang diperlukan sehubungan dengan pemeriksaan atas Perseroan tersebut kepada para pemeriksa dari kedua Ahli yang ditunjuk oleh Pengadilan, berdasarkan penetapan ini;
-  Menetapkan bahwa kedua Ahli yang ditunjuk berdasarkan penetapan ini dapat meminta bantuan pihak yang berwajib untuk mendampingi mereka dalam menjalankan tugas dan kewajibannya untuk melakukan pemeriksaan terhadap Perseroan tersebut;
d)    Penetapan Audit Investigasi Pengadilan Negeri Jakarta Utara register No. 107/Pdt.P/2011/PN.JKT.UT tanggal 22 September 2011 dimana dalam pertimbangan hukumnya, pengadilan menyatakan:
“Menimbang, ... maka tidak perlu seluruh Direksi ataupun Dewan Komisaris ditarik sebagai TERMOHON, cukup memperlakukan PT. Karena PT adalah subjek hukum sebagai pihak dalam suatu gugatan/permohonan dan didasarkan pada ketentuan Pasal 98 (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007.” (vide hlm. 52 Penetapan);
“Menimbang, bahwa dari RUPS-RUPS yang diadakan TERMOHON ternyata RUPS tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 ayat (3) jo. Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas karena RUPS yang diadakan tidak mengajukan semua dokumen ...” (vide hlm. 55 Penetapan);
“Menimbang, bahwa oleh karena TERMOHON tidak melaksanakan ketentuan Pasal 78 ayat (2), (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas, maka sudah dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan melawan hukum;” (vide hlm. 56 Penetapan);
“Menimbang, bahwa terhadap bantahan TERMOHON tersebut di atas, tidak beralasan hukum karena dari bunyi ketentuan Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang No. 41 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas wajib diadakan dengan jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir, karena merupakan kewajiban, maka untuk melaksanakan RUPS tidak perlu ada inisiatif pemegang saham (PEMOHON) untuk minta diadakan RUPS;” (vide hlm. 56 Penetapan);
“Menimbang, dengan tidak diberikannya PEMOHON untuk meminta keterangan (buku besar), oleh TERMOHON sesuai ketentuan Pasal 138 Undang-Undang  No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah termasuk perbuatan yang melawan hukum yang dapat menimbulkan kerugian kepada PEMOHON sebagai pemegang saham;” (vide hlm. 62 Penetapan)
Penetapan Audit Investigasi tersebut di atas kemudian dikuatkan dan dibenarkan oleh  Mahkamah Agung dalam register No. 518 K/Pdt/2012 tanggal 24 Oktober 2012.
e)    Penetapan Audit Investigasi yang diajukan oleh pemegang saham PT. Mulia Nur Madinah sebagaimana Penetapan tersebut dikabulkan untuk seluruhnya oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru dalam Register Perkara No. 3191/PDT/P/2012/PN.PBR tanggal 23 November 2012. Penetapan Audit Investigasi tersebut kemudian dikuatkan dan dikukuhkan oleh Mahkamah Agung dalam Register No. 1113 K/Pdt/2013 tanggal 29 Januari 2014.
f)      Penetapan Audit Investigasi yang diajukan oleh pemegang saham PT. BUMI Resources, Tbk. sebagaimana kemudian dikabulkan permohonan tersebut oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 08 November 2012, dengan salah satu petikan amar putusan, berbunyi:
Menyatakan Termohon (PT. Bumi Resources Tbk) dan anak usahanya berada dalam status diperiksa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 138 UU Perseroan Terbatas.”
Oleh karena adanya urgensi Audit Investigasi maka patut dan layak untuk dipertimbangkan, karenanya PEMOHON memohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berkenan menerbitkan Penetapan dengan menerima permohonan dari PEMOHON.

PERMOHONAN

Berdasarkan bukti-bukti dan fakta hukum tersebut diatas, mohon  Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan cq. Majelis hakim yang ditunjuk Ketua PN, agar kiranya berkenan untuk membuat Penetapan Pengadilan agar menetapkan hal-hal sebagai berikut:
1)        Mengabulkan Permohonan PEMOHON (PT. XYZ) untuk seluruhnya;
2)        Menyatakan PEMOHON adalah PEMOHON yang sah dan beralasan menurut hukum;
3)        Memerintahkan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap TERMOHON (PT. ABC) yang bertujuan untuk melakukan total audit investigasi terkait namun tidak terbatas pada tahun buku/anggaran/operasional TERMOHON tahun 2014—2015;
4)        Menyatakan bahwa Penetapan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu secara serta-merta oleh PEMOHON meski terdapat upaya hukum oleh TERMOHON terhadap Penetapan ini (uit voorbar bij vorraad);
5)        Mengangkat, menunjuk, memberi wewenang serta kuasa kepada para ahli  beserta dengan tim dibawah supervisinya untuk melakukan pemeriksaan perseroan secara menyeluruh terhadap TERMOHON (PT. ABC) dan membuat laporannya, yaitu:
-         ...
-         ...
-         ...
6)        Menetapkan dan menyatakan para ahli beserta tim dibawah supervisinya yang diangkat dan ditunjuk berdasarkan Penetapan ini berhak dan berwenang untuk memeriksa semua dokumen TERMOHON (PT. ABC), baik bersifat rahasia maupun tidak rahasia, termasuk namun tidak terbatas pada dokumen legalitas usaha Perusahaan, dokumen-dokumen mengenai asset perusahaan, transaksi penempatan dana investasi, dokumen yang berkenaan dengan tuntutan dan/atau sengketa, entitas usaha yang dimiliki pemegang saham mayoritas, perjanjian-perjanjian yang dibuat dan ditanda-tangani oleh perusahaan, perizinan dan persetujuan perusahaan, permasalahan kepegawaian perusahaan, Perjanjian-perjanjian yang dibuat dan ditanda-tangani dengan pihak ketiga, transaksi keuangan, transaksi investasi, pengelolaan keuangan, asuransi perusahaan, pajak perusahaan, serta kekayaan perusahaan, etika usaha, etika kerja, dan juga melakukan wawancara kepada orang-orang terkait yang dianggap perlu oleh ahli terhadap TERMOHON (PT. ABC);
7)        Memerintahkan kepada seluruh anggota Komisaris dan Direksi serta setiap karyawan TERMOHON (PT. ABC) yang dimintai informasi, data atau keterangan berupa semua dokumen oleh tim ahli yang diangkat berdasarkan Penetapan Pengadilan ini, wajib untuk memberi bantuan, akses, baik arsip digital maupun berkas fisik, memberikan serta menyajikan seluruh informasi, data atau keterangan berupa semua dokumen (termasuk buku, catatan, dan surat yang berkaitan dengan kegiatan perseroan) dan kekayaan perseroan baik berupa asset benda berharga dan/atau benda bergerak dan/atau benda tidak bergerak yang benar dan akurat yang diperlukan oleh tim ahli tersebut;
8)        Menetapkan bahwa tim ahli yang ditunjuk berdasarkan Penetapan ini dapat meminta bantuan pihak yang berwajib untuk mendampingi tim ahli tersebut dalam menjalankan tugas dan kewajibannya melakukan pemeriksaan terhadap Perseroan tersebut;
9)        Menetapkan para ahli yang diangkat dan ditunjuk berdasarkan penetapan ini, wajib menyampaikan hasil pemeriksaan terhadap TERMOHON kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan paling lambat dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari secara efektif terhitung sejak tanggal diterimanya salinan resmi Penetapan ini oleh pihak PEMOHON;
10)    Menyatakan bahwa PEMOHON berhak menerima salinan resmi laporan hasil pemeriksaan para ahli yang diangkat dan ditunjuk berdasarkan Penetapan ini;
11)    Menyatakan agar pengurus, organ perseroan, karyawan maupun afiliasi TERMOHON (PT. ABC) tidak boleh menghalangi, menghilangkan bukti, menghambat, mempersulit, ataupun membuat sesat audit investigasi yang akan atau sedang dijalankan oleh para tim ahli yang ditunjuk dalam Penetapan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung;
12)    Menyatakan biaya pemeriksaan (Audit Investigasi) terhadap Termohon berdasarkan Penetapan ini dibayar dan ditanggung oleh Termohon;
13)    Membebankan biaya permohonan ini kepada TERMOHON.
ATAU
-        Apabila Majelis Hakim Yang Terhormat yang memeriksa dan membuat Penetapan dalam perkara ini berpendapat lain, mohon Penetapan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas pertimbangan serta dikabulkannya permohonan a quo, PEMOHON mengucapkan terimakasih.

Hormat kami,
Jakarta, ... 2016

Identitas



[1] http://kalbar. antaranews. com/berita/336301/ditjen-pajak-berhasil-hentikan-tren-merugi-perusahaan-multinasional , diaksses pada tanggal 17 April 2016.
[2] http://www. ortax.org /ortax/?mod=issue&page=show&id=74, diakses pada tanggal 29 April 2016.
[3] Artikel diterbitkan oleh Kementerian Keuangan RI, diakses dari http://www. kemenkeu.go. id/sites/default/files/2014_kajian_pprf_Transfer%20Pricing%20dan%20Risikonya%20Terhadap%20Penerimaan%20Negara.pdf