Teknis Pelaksanaan Audit Investigasi oleh Penyidik Pajak terhadap Indikasi Praktik Ilegal Transfer Pricing

LEGAL OPINION
MENYINGKAP MODUS TRANSFER PRICING
Question: Apakah sudah terdapat rambu-rambu atau pedoman atau tata laksana teknis bagi wajib pajak untuk di-audit investigasi oleh pihak penyidik pajak atas dugaan praktik transfer pricing yang dilakukan oleh salah satu pemegang saham maupun oleh direksi dan komisaris suatu perseroan?
Brief Answer: Telah terdapat peraturan maupun surat edaran yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak terkait pedoman teknis pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang diduga kuat melakukan praktik Profit Shifting alias transfer pricing secara ilegal. Diantaranya mencari patokan harga jual-beli secara wajar, motif serta latar belakang modus maupun pembanding, dan berbagai alasan dibalik aksi korporasi yang dilakukan Wajib Pajak. Semisal, apakah kontrak jual-beli justru hanya menguntungkan pihak lain sementara Wajib Pajak sengaja dihisap harta kekayaannya oleh perusahaan asing yang menjadi afiliasinya di luar negeri—hal mana banyak terjadi pada perusahaan berbentuk Penanaman Modal Asing (PT. PMA) mengingat pihak pemegang saham mayoritas ialah Penanam Modal Asing, agar kekayaan perseroan di Indonesia berpindah ke anak usaha pemegang saham mayoritas di negara Tax Heaven sementara perseroan PMA di Indonesia terus mencetak kerugian dan terbelit hutang.
PEMBAHASAN :
Terdapat beberapa instrumen hukum yang menjadi dasar bagi penyidik perpajakan untuk mengendus praktik “illegal transfer pricing”, yakni:
-    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa.
-    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa.
-    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Perusahaan Grup.
Masing-masing peraturan serta surat edaran tersebut diatas memiliki lampiran yang berisi Standar Operasional Prosedure (SOP) bagi Penyidik Pajak untuk melakukan audit investigasi perpajakan kepada wajib pajak di Indonesia terkait afiliasinya di luar negeri maupun di dalam negeri.
Lampiran berupa SOP tersebut berisi panduan lengkap tata cara serta mekanisme dilakukan audit investigasi oleh penyidik pajak. Adapun beberapa cuplikan akan penulis tampilkan, antara lain:
I.    Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, menyatakan:
“Transaksi yang terjadi antara pihak afiliasi tersebut antara lain transaksi penjualan, pembelian, pengalihan serta pemanfaatan harta berwujud, pemberian jasa intra-group, pengalihan, dan pemanfaatan harta tak berwujud, pembayaran bunga, dan penjualan atau pembelian saham. Permasalahan utama pada transaksi afiliasi adalah penentuan harga transfer (transfer pricing). Motif yang digunakan oleh perusahaan group dalam penentuan harga transfer transaksi afiliasi, antara lain minimalisasi pajak, repatriasi modal, risiko perbedaan mata uang, window dressing laporan keuangan perusahaan induk serta alasan bisnis lainnya.”
“Tahapan pelaksanaan pemeriksaan transfer pricing terdiri dari Menentukan Karakteristik Usaha Wajib Pajak, Memilih Metode Transfer Pricing, serta Menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Setelah mengumpulkan keterangan dan bukti terkait transaksi afiliasi baik melalui Wajib Pajak ataupun pihak eksternal, Pemeriksa Pajak menentukan karakteristik usaha Wajib Pajak, memilih metode transfer pricing, dan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.”
“Pembanding Eksternal yang dapat digunakan untuk menguji kewajaran transaksi afiliasi, dapat berupa: harga pasar produk komoditas atau harga barang/jasa sejenis yang diperjualbelikan oleh pihak independen;”
“Metode Perbandingan Harga Antara Pihak yang Independen (Comparable Uncontrolled Price Method) diterapkan dengan cara membandingkan harga barang atau jasa dalam transaksi afiliasi dengan harga barang atau jasa dalam transaksi independen.”
“Penerapan prinsip kewajaran atas transaksi jasa intra-group mengharuskan jumlah biaya yang dialokasikan untuk anggota grup sebanding dengan manfaat yang diharapkan dari jasa.
“Pengujian kewajaran utang dan besarnya utang terhadap pihak afiliasi dapat dilakukan dengan melihat faktor sebagai berikut: sifat dan tujuan utang, kondisi pasar pada saat utang diberikan, jumlah pokok utang dan jangka waktu utang, keamanan yang ditawarkan oleh peminjam dan jaminan dalam pinjaman, besarnya utang yang masih dimiliki oleh peminjam.”
“Memastikan utang benar-benar terjadi. Untuk memastikan utang benar-benar terjadi, Pemeriksa Pajak dapat melakukan penelitian pada dokumen-dokumen kontrak utang serta pada arus uang pemberian pinjaman ataupun pembayaran pokok dan/atau bunga.”
“Kewajaran perbandingan utang dengan modal dapat dilakukan dengan membandingkan utang dan modal dari perusahaan sejenis. Apabila perbandingan tersebut tidak wajar maka dapat dilakukan penyesuaian sebagaimana padal 18 ayat (3) UU PPh.
“Pengujian tingkat bunga pinjaman ke pihak afiliasi dilakukan dengan membandingkan tingkat bunga pinjaman ke pihak afiliasi terhadap tingkat bunga yang umum digunakan oleh pihak independen.
“Setelah pembanding yang andal diperoleh dan metode transfer pricing yang akan digunakan telah ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah membandingkan harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba pembanding tersebut sesuai metode yang akan digunakan.”
II.     Bahwa Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa menyatakan sebagai berikut:
“Pada umumnya, upaya penghindaran pajak dapat dilakukan antara lain dengan melakukan penggeseran laba (profit shifting) dari suatu negara ke negara yang lain melalui transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa yang berkedudukan di negara yang berbeda (cross-border transactions).”
“Secara universal, transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan isitmewa (dalam satu grup usaha) dikenal sebagai transaksi afiliasi (affiliated transactions). Sedangkan harga yang ditentukan dalam transaksi afiliasi secara umum dikenal sebagai penentuan harga transfer (transfer pricing).”
“Penjelasan Pasal 18 ayat (4) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa:
a. hubungan istimewa diantara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan kepemilikan;
b. hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut.”
“Dalam pemeriksaan terhadap transaksi afiliasi yang melibatkan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, penentuan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta penentuan utang sebagai modal dilakukan dengan menggunakan metode-metode, antara lain metode perbandingan harga antara pihak yang independen (Comparable Uncontrolled Price Method), metode harga penjualan kembali (Resale Price Method), metode biaya-plus (Cost-Plus Method), metode pembagian laba (Profit Split Method) dan metode laba bersih transaksional (Transactional Net Margin Method), serta metode-metode lainnya sebagaimana yang dimaksud Pasal 18 ayat (3) UU PPh dan penjelasannya.”
Untuk selengkapnya dapat dibaca langsung pada buku SOP yang menjadi lampiran masing-masing peraturan dan surat edaran tersebut diatas.